Friday, May 30, 2014

Perlu Cara Alternatif Cetak Wirausahawan di Asia

Kalangan eksekutif bisnis yang menghadiri World Economic Forum (WEF) Asia Timur ke-23 di Manila, Filipina menandaskan, bahwa pengembangan kewirausahaan harus dijalankan di luar pendidikan. Harus ada cara-cara alternatif untuk mencetak lebih banyak wirausaha di Asia.

“Pendidikan tidak hanya menyangkut pengetahuan, tapi sebuah proses belajar. Mengintegrasikan pendidikan dengan bisnis dan ekonomi bisa menciptakan lebih banyak pengusaha dan bisa membantu peningkatan pendapatan masyarakat,” tutur Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group James T Riady, di ajang WEF Asia Timur, Kamis (22/5) lalu. Di Indonesia, tambah dia, 70% dari 112 juta angkatan kerja nasional bekerja di sektor informal. Artinya, tambah Co-Chairman WEF Asia Timur tersebut, para pekerja itu berupah dan berketerampilan rendah.

“Kita juga harus mencermati lagi untuk apa sesungguhnya pendidikan itu. Kami memiliki tiga fondasi, yakni keluarga yang merupakan landasan pendidikan dasar, sekolah, dan tempat-tempat ibadah,” kata dia, dalam sesi bertajuk “Simpul PendidikanKewirausahaan-Pekerjaan.” Tanpa pendidikan, lanjut James, akan sangat sulit bagi seseorang untuk maju secara ekonomi. Pendanaan mikro selama ini berhasil membantu masyarakat mendirikan usaha kecil di seluruh Indonesia. Jumlahnya terus bertambah dan berkontribusi mengangkat banyak masyarakat Indonesia dari kemiskinan menjadi kelas menengah.

James mengatakan, melalui saat-saat sulit dan bagaimana mengatasinya akan membantu pengembangan karakter seorang wirausahawan. Peluang untuk menjadi pengusaha kaya raya seperti Bill Gates, ujar James, adalah satu berbanding semiliar. Tapi, tandas dia, pengusaha sejati adalah dia yang berani mengambil risiko, melalui seluruh proses birokrasi pemerintah dan segenap ketidakefisienan sistem, lalu pada saat yang sama mampu menciptakan lapangan kerja.

“Saya percaya bagian besar dari proses terciptanya seorang wirausahawan adalah melalui tantangan-tantangan dan kesulitan-kesulitan. Tapi, filosofi yang mendominasi masyarakat sekarang ini adalah apa yang terlihat di film, TV, bintang film dan sebagainya. Ini yang hendak ditiru anak-anak muda. Jadi, sesungguhnya ada krisis panutan,” kata James. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sesi terpisah menjelaskan, cara yang ampuh untuk mendorong mobilitas masyarakat adalah melalui kewirausahaan, khususnya di antara kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah.

“Secara khusus saya menyukai konsep kewirausahaan karena tidak perlu gelar kesarjanaan untuk bisa menjadi salah satunya. Satu studi menyatakan hanya 14% dari pengusaha kami memiliki gelar sarjana. Sebanyak 17% hanya tamat SD dan 4% tidak memiliki pendidikan formal. Artinya, siapa saja bisa menjadi pengusaha,” kata SBY.

Dia juga menekankan pentingnya kontribusi para pengusaha itu dalam menciptakan lapangan kerja. Jika Indonesia bisa menciptakan sekitar tiga juta pengusaha selama satu dekade ke depan, kata SBY, dan setiap pengusaha merekrut 25 pekerja, akan tercipta sekitar 75 juta lapangan kerja.

“Ini akan sangat besar dampaknya dalam mengubah kehidupan rakyat maupun perekonomian negara,” tandas SBY.

Kevin Sneader, Direktur McKinsey and Co mengatakan, saat ini tampaknya ada ketidaknyambungan antara apa yang dibutuhkan pemberi kerja dan yang disediakan dunia pendidikan. Jika perusahaan ditanya proporsi siswa yang siap kerja, akan mengatakan 87% tidak terlatih. Tapi, tambah dia, jika dunia pendidikan ditanya, akan mengatakan sebaliknya, yakni 87% siap kerja.

“Perusahaan membutuhkan seperangkat keterampilan dan dunia pendidikan tidak memilikinya, tapi berpendapat sudah memberikannya kepada siswa. Ini harus diubah. Pendidikan itu harus memiliki kegunaan. Kita harus memberikan lapangan pekerjaan yang bernilai tambah bagi masyarakat,” tutur Sneader.

Pelatihan kejuruan, ujar dia, seperti di Jerman yang menyediakan keterampilan yang dibutuhkan, sudah berhasil. Teresita Sy-Coson, Vice Chairman SM Investments Corp, sebuah perusahaan induk yang bergerak di bidang ritel, perbankan, dan properti di Filipina, mengatakan, masyarakat harus mulai berpikir kreatif mengenai bagaimana peran pendidikan dalam kewirausahaan.

“Pengalaman adalah salah satu guru. Ini tidak berhenti hanya dengan pendidikan. Tentu kita membutuhkan pendidikan, tapi pendidikan hanya titik awal. Setelah SMA, harus lebih banyak pelatihan kejuruan,” tandas dia. Sementara itu, Vikas Pota, CEO Varkey GEMS Foundation Inggris mengatakan, kewirausahaan sangat penting bagi masyarakat, karena senantiasa beradaptasi untuk menyelesaikan persoalan. Dia menambahkan, anak-anak harus diajarkan berpikir cepat dan diberi kesempatan untuk berani mengambil risiko. Kebijakan Pendidikan James juga berharap pemerintah negara-negara di Asia Tenggara melibatkan kalangan dunia usaha dalam penentuan kebijakan di bidang pendidikan.

Keterlibatan dunia usaha diperlukan untuk menyinergikan strategi pendidikan dan kewirausahaan agar dapat menghasilkan tenaga kerja yang mampu menggerakkan ekonomi ASEAN. Selama ini, kata James, pemerintah beranggapan bahwa solusi dari berbagai persoalan masyarakat –apakah dunia usaha, ekonomi, maupun pendidikan– adalah menghadirkan aturan tanpa pelibatan pihak lain.

“Pola berpikir itu harus diubah. Komunitas dunia usaha perlu mengambil bagian dalam penyusunan kebijakan pemerintah,” kata James.

ia mengingatkan, sektor pendidikan di masa mendatang dapat menjadi motor penggerak ekonomi di kawasan Asia Tenggara.

Disebutkan bahwa ada tiga kunci utama untuk mewujudkan cita-cita tersebut, yaitu keyakinan, nilai-nilai, dan falsafah. Lebih lanjut dikatakan, bonus demografi –sebuah kondisi di mana populasi penduduk produktif lebih banyak dibandingkan penduduk nonproduktif– yang dimiliki ASEAN, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Selain itu, pendidikan dan kesehatan juga dapat mempengaruhi stabilitas kawasan pada dasawarsa mendatang.

“Bonus demografi menjadi pilar utama memajukan dunia pendidikan,” kata dia. Senada dengan James, Sneader Sy-Coson mengatakan, institusi pendidikan berperan penting dalam mengajarkan para siswa tentang kedisiplinan, kreativitas, dan kedewasaan berpikir.

“Sekolah adalah tempat anak didik mendapatkan pengajaran tentang pendidikan, kedisiplinan, dan menjadikan mereka lebih dewasa dalam berpikir serta bertindak. Institusi pendidikan adalah tempat para pelajar mendapatkan solusi,” ujar Sy-Coson. [ID/H-12/N-6]
Suarapembaruan.com

No comments:

Post a Comment